Thursday, August 21, 2008

~Dua Jalan~

Ternyata ada yang lebih menyakitkan daripada berpisah dari orang yang kita sayangi. Yaitu ketika kita menyakiti orang yang kita sayangi tersebut dan melihat kenyataan bahwa rasa sakit itu sedang menggerogoti si kekasih. Tambahannya lagi, tak ada yang bisa menolong. Rasa sakit itu seperti luka yang dilukai. Bukannya sembuh, malah tambah parah. Sekali waktu aku mengalaminya. Orang yang kusayangi, kupacari dan kusakiti dengan cara yang cukup kejam….mungkin kejam saja tidak cukup, tapi lebih dari itu aku pun menyangkal telah menyakiti dirinya. Licik.

Mengapa ia mengatakan kalau dia telah mencium teman baikku, dan mengatakan agar aku tak perlu marah karena dia jujur ? Tambahnya lagi “tidak ada maksud untuk menghianatiku”

Tentu saja aku marah! Yang pasti setelah makan malam yang aku sediakan, aku tidak tidur satu ranjang dengannya bahkan tidak dalam kamar yang sama. Aku marah! Merasa dikhianati oleh pacar sendiri ketika aku sedang memasak makan malam untuk kita berdua, plus tamu-teman baikku yang dicuimnya ketika mereka di kamar tidur atas-kami, Muela. Arrrgh, aku mengantuk, tapi tidak bisa tidur. Pernyataan yang keluar dari bibir pacarku itu benar – benar memenuhi kepalaku dan terus berlalu-lalang. Ada satu hal yang aku tidak mengerti, mengapa setiap kali teringat apa yang dilakukan oleh mereka berdua membuatku sangat bergairah. Aku terangsang dan tidak berhenti sebelum aku akhirnya dapat tertidur. Hatiku luka!

Aku tak berdaya. Saat dia membuka pintu dan menatap ke dalam kamar bawah-tempat pelarian dan tempat tidur, aku melihatnya dan berpaling memunggunginya sambil menarik selimut menutupi seluruh tubuhku. Ia merajuk. Dia bilang itu hanya sebuah kecupan, kecupan belaka tidak ada maksud lain.

Tidak mungkin aku bilang ke kamu kalau aku ada maksud jahat. Gak pakai perasaan kok.

Aku menguntip dan meredam semua kata - katanya ke dalam kepala. Aku masih terdiam, malas untuk berbicara. Tidak tahukah ia, meski itu hanya sebuah kecupan tetapi telah merusak hatiku. Sangat sedih untuk berbicara, dan aku benci dengan diriku yang tidak dapat mencegah kejadian itu dan benci karena tidak bisa membencinya. Tetapi aku dendam. Dan otakku tidak bungkam!

~

Gue cuma cerita sama elo, jadi plis jangan kasih tau siapa – siapa yah? Janji, ya Abiel!

Oke! Kok bisa sih? Gue kira Jove itu perfect banget.

Gak ngerti juga yah? Gue bete tapi gak bisa apa – apa. Gue gak bisa benci dia tuh! Gue kan udah bilang ama loe waktu itu, kayaknya pacar gue itu suka sama Muela. Emang mungkin cuma perasaan gue aja tapi gue gak berlebihan deh. Gue juga merasa seperti ditipu, Biel! Muela cuma bisa diem aja en gak ngomong apa – apa…. Dia emang minta maaf ama gue tapi gak tahu deh gue gak bisa terima gituh aja!

Gue ngerti. Tapi gue juga gak bisa kasih komen’ apa – apa juga, Va, maaf yah.

Dia bilang gak pake perasaan. Loe percaya, Biel?

~

Mungkin aku dalam penyangkalan, penyangkalan yang sangat besar. Aku menolak mengakui bahwa Jove telah berselingkuh atau jatuh hati kepada Muela. Takut untuk menghadapi kenyataan bahwa aku adalah orang yang lemah dan harus dikasihani oleh mereka berdua. Dan bila mengkonfrontir masalah bahwa aku cemburu habis – habisan pada Muela, maka akan semakin mengibakan diriku sendiri untuk Jove. Jadi aku diam. Mungkin aku harus berpikir positif untuk tidak cemburu sama sekali karena ini adalah pacaran yang sehat dan dewasa yang berbeda dengan sebelum – sebelumnya. Atau mungkin aku setuju dengan perkiraan Abiel tentang kesempurnaan Jove dan olehnya aku tetap diam dan menyangkal.

Tapi aku tidak bisa terus menerus diam. Kali ini hati dan otakku bekerja sama menyusun kerangka kejahatan yang licik. Entah apa yang mendasari aku untuk akhirnya setuju dengan ide bertemu dengan seseorang yang hampir tidak ku kenal, nyatanya aku sudah berada di sebuah gedung perbelanjaan di Jakarta. Ini untuk pertama kalinya kami akan bertemu di gedung ini dan aku tetap meneruskan kerangka kejahatan yang telah terancang, menambahkan daging pada kerangka tersebut untuk menjadikan sebuah mahluk kejahatan. Monster!

Namanya Fassen, seorang instruktur olahraga, sama umur dengan Jove. Dia menghubungiku secara gaib, telepati canggih dengan terhubungkan oleh saluran telepon dan kabel – kabel optik nan gaib. Dunia gaib itu punya nama, ia disebut – sebut Friendster. Sebuah dunia bisa bertemu seseorang tanpa di tempat yang sama. Bisa berbicara satu sama lain, mencari teman, atau menambah jumlahnya. Belakangan ini dunia tersebut sangat ngetren, setiap orang membicarakannya. Setiap hari. Sama terkenalnya dengan acara - acara di televisi yang juga tentang dunia gaib. Tapi Friendster tidak ada di televisi. Komputer. Internet. Untuk bisa berhubungan dengan manusia – manusia di dunia Friendster, kita harus mendaftarkan diri dan menjadi anggota, gratis. Baru sesudahnya dengan ajaib kita bisa menemukan apa yang kita cari : teman; teman lama; teman baru; temannya teman; teman hidup; teman tidur atau teman – teman yang lainnya. Aku tidak tahu pasti apa yang dicari Fassen di Friendster, tapi yang jelas aku bisa mempunyai bahan untuk menambahkan daging pada ide jahat yang tadinya hanya berupa kerangka. Jove sedang di luar kota, ia mengetahui bahwa hari ini aku bertemu dengan Fassen tetapi tidak tahu kalau aku membawa ‘monster’ yang menguasai kepala dan hatiku.

Aku tidur dengannya… Suaraku terkulai lemah hampir tidak keluar dari kerongkonganku yang sangat tandus.

....nanti aku telepon...lagi...
Ma...af.., teleponnya sudah ditutup. Mulutku tak dapat kututup. Begitu juga yang seharusnya terus kututup saat aku bertemu dengan Fassen yaitu hasrat seksualku dan bajuku.

Monsterku menang namun ia tidak bisa melindungiku dari sakit hati dan kepedihan serta rusaknya kisah asmaraku. Monster yang hidup dari kerangka yang mencuat dari kuburan cemburu dan sakit hatiku atas perbuatan Jove dan Muela dulu, yang tidak pernah bisa aku lupakan. Monster itu tidak hanya menghancurkan hati Jove tapi juga hatiku habis tak tersisa. Bego! Padahal seharusnya aku lebih kuat daripada monster atau apapun. Tapi kini Jove dan Muela bisa menertawakanku disaat aku terkapar lemah dan bodoh. Bego!

Tapi Jove tidak tertawa, begitupun aku. Dia berbicara tapi tidak mau melihatku dan enggan melihat kenyataan bahwa pacarnya tidur dengan orang lain, dimana tidak ada perasaan terlibat di dalamnya. Bukankah ia juga melakukan hal yang sama-mencium tanpa perasaan terlibat-dengan temanku? Aku diam, tapi airmata terus keluar masih tidak berhenti walau orang – orang (sepertinya) melihat ke arah kami.

Aku bercinta semalam. Dan kami melakukan semua…semua….di hotel

Ternyata itulah mengapa telepon genggamnya tidak aktif semalaman.

Aku terus diam dan airmata tidak berhenti keluar meskipun pernyataan selesai sudah terucapkan.

Sakit! Meskipun aku yang menyakiti Jove entah mengapa aku juga merasakan sakit yang sama. Luka itu berbalik arah aku juga jadi korban. Aku menyesal telah membiarkan monster bernama ego telah menghancurkan semua – semuanya. Kenangan indah, hatiku, hati Jove, harga diri kami berdua. Hanya menyisakan luka sebesar kawah, kawah dimana meteor pernah mencium bumi di Arizona. Dengan lubang sebesar itu kami tidak bisa menyeberang untuk bersatu lagi, bahkan tidak bisa melihat satu sama lain lagi. Tetapi itu karena Jove tidak lagi tinggal di Jakarta, dia menetap di Singapore untuk pekerjaannya. Ia mempunyai cabang baru di sana.

Kini tinggal aku yang kadang masih menyesal tetapi, di saat yang sama aku hadapi, serta menerima kenyataan yang ada. Muela cerita pada ku beberapa bulan setelah aku dan Jove pisah bahwa, Jove mencoba mendekati dan ingin menjalin hubungan dengannya. Muela menolak hubungan itu dengan alasan long distance. Dan kami masih bersahabat. Aku pun sudah bisa menerimanya kembali dengan memaafkannya. Jove masih sering bolak balik Singapore – Jakarta, urusan pekerjaan, kami tidak pernah bertemu sibuk masing – masing.

Mungkin aku juga sudah memaafkan diriku sendiri. Menerima kenyataan tentang ada keadaan yang tidak bisa kembali lagi seperti sebelumnya. Begitu juga dengan hubunganku dengan Jove, walaupun cintaku padanya tidak berubah. Tetapi aku harus kembali untuk bekerja dan berhenti mengetik.

Hi, Neva here. I’m not home. Leave your message, please!
...Neva.....ini aku, Jove. Aku di Jakarta. Nanti kalau sempat aku lihat kamu di TY café. .....bye




catatan: aku membuat ini sekitar tahun 2005 awal. Belum pernah diedarkan. Tetapi beberapa temanku sudah membacanya. Dan kutunggu komentar kalian setelah membacanya.

No comments: